Title        :  Neo Baboya! Chapter 1 Author    : cherrysone39 Ratting    : G Genre        : AU, Friendship, School Days, Romance...

[Fanfiction] Neo Baboya! - Chapter 1



Title        :  Neo Baboya! Chapter 1

Author    : cherrysone39

Ratting    : G

Genre        : AU, Friendship, School Days, Romance

Length        : Chaptered

Main Cast    : Kim Taeyeon (GG), Cho Kyuhyun (SJ)

Support Cast:  Byun Baekhyun (EXO), Kim Hyoyeon (GG), Lee Hyukjae(SJ), Lee Sunny (GG)

Disclaimer    : Saya hanya meminjam nama tokoh yang digunakan di sini. Cerita ini milik saya. No plagiarism please. And, leave a comment. Thank you .

P.S. Ini adalah FF request dari teman saya, mengambil kisah hidup teman saya. Jadi maaf kalau alurnya cheesy dan pasaran. Mianhaeyo!

—*-*-*-*-*-*-*—
Aku menyukaimu! 

Kapan kau akan menyadarinya?

Dasar bodoh!

----------


“Cho Kyuhyun”

            Lagi-lagi ditorehkannya tinta hitam di atas lembaran putih bergaris yang sejak beberapa jam lalu hanya bergeming di hadapan seorang gadis bersurai hitam yang dikuncir kuda. Pelajaran sejarah memang teramat sangat membosankan ̶̶̶ ̶ seperti biasa ̶̶ ̶ dan di saat seperti ini, pelajaran yang mampu membuat para pelajar membentuk pulau-pulau kecil di atas buku catatan mereka itu semakin terasa suntuk karena suatu hal. Ia menggerakkan jari-jarinya gelisah sedari tadi.

                Desahan pelan meluncur begitu saja dari sepasang bibirnya. Ia tangkupkan kedua tangannya di atas meja. Jangan lupakan kepalanya yang juga telah ia letakkan di atas kedua tanganya yang sedari tadi ia sedekapkan. Kepalanya terasa amat berat. Tidak ia hiraukan kisah patriotik para pejuang masa lalu yang mati-matian membela tanah air Korea  ̶̶ ̶ tentu saja yang saat itu belum terpisah menjadi Korea Utara dan Selatan ̶ ̶̶  dari penjajahan negara tetangga mereka, Jepang. Ingin rasanya ia mengutuk pelajaran membosankan semacam ini. Astaga, mengapa hal yang sama harus dipelajari berulang-ulang? Rasanya ia sudah sangat bosan mendengar celotehan guru-guru sejarahnya dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, bahkan sekolah menengah atas mengenai perjuangan melawan penjajahan Jepang ini. Menyebalkan.

                “Tae, angkat kepalamu. Han Seonsaengnim akan marah jika memergokimu tertidur di jam pelajarannya.” Bisik Sunny pelan. Sementara Taeyeon –gadis yang merasa suntuk tadi– masih meletakkan kepala di atas meja tanpa memerhatikan peringatannya. Sunny memang hanya seorang siswi baru yang belum terlalu mengenal para guru di sekolah itu. Han seonsaengnim bukan tipikal guru killer yang akan marah dengan mudahnya saat salah seorang muridnya meletakkan kepala di atas meja. Ia menanggapi hal ini dengan terlalu berlebihan.

                “Saat itu Jepang memanfaatkan kondisi dalam negeri Korea yang sedang tidak dalam keadaan stabil karena pemberontakan kaum petani terhadap pemerintah,” Han Seonsaengnim, masih dengan semangat menggebu, menjelaskan alasan Jepang bisa dengan liciknya memanfaatkan keadaan dalam negeri Korea yang sedang kacau balau sebagai batu loncatan untuk menguasai negeri ginseng tersebut. Hah, benar-benar licik sekaligus cerdas! Mereka memang pandai memanfaatkan situasi dan peluang. Pantas saja mereka berhasil menjadi Negara Asia pertama yang terlibat secara aktif dalam perang dunia kedua!

                ‘Kalau saja aku secerdas Jepang.’ Batin Taeyeon galau.

                “Ekhm, Taeyeon-ssi, saya rasa akan lebih baik jika Anda memerhatikan materi yang saya bawakan.” Ujar seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah Han Seonsaengnim. Mau tidak mau ia terpaksa mendongak, masih dengan mata sayu dan tatapan bosan, sementara seisi kelas memandang tepat ke arahnya. Sunny yang sempat memperingatkannya hanya mendelik seraya melempar pandang “Lihat-apa-yang-kukatakan-tadi?”

                Taeyeon hanya menunduk beberapa kali ke arah Han seonsaengnim yang melanjutkan penjelasanya mengenai penjajahan Manchuria dan China oleh Jepang. Taeyeon hanya menghela napas berat demi usaha mengusir kantuk yang sedari tadi menghantuinya.

                “Siapa itu?” Bisik Sunny dengan kepala menunduk. Jari telunjuknya menunjuk sebuah nama yang sedari tadi Taeyeon coretkan di buku catatannya.

                “Rahasia,” Jawabnya sambil menggulum senyum.

-**-

                “Kau berhutang cerita padaku.” Desak Sunny dengan wajah penasaran. Matanya yang memicing dan bibirnya yang mengerucut membuat Taeyeon merasa dirinya tak ubahnya seorang tersangka yang akan diinterogasi oleh seorang detektif amatir yang bahkan belum bisa membedakan antara sidik jari dan cap telapak tangan pelaku kejahatannya. Benar-benar menggelikan!

                “Sudah kukatakan, itu rahasia.” Lagi-lagi ia tersenyum miring. Selalu saja, Taeyeon tidak bisa mengendalikan hasratnya untuk tersenyum ̶ ̶ atau lebih tepatnya menyengir ̶ ̶ ketika ditanyai perihal nama yang menghiasi setiap ruang kosong di buku catatan, buku cetak, bahkan barang-barangnya yang lain. Seakan nama itu adalah mantera keramat yang membawa keberuntungan untuknya.

                “Ah, ya sudah kalau tidak mau cerita. Aku juga tidak terlalu ingin tahu.” Sahut  Sunny setengah hati. Ia mengerucutkan bibirnya cuek seraya membalikkan tubuhnya mengahadap ke mejanya, dari posisinya semula yang menghadap ke belakang karena tenpat duduk Taeyeon yang berada di sebelah kanan belakang tempat duduknya.

                “Baiklah, baiklah. Namanya Cho Kyuhyun,”

                “Tentu saja aku tahu namanya. Kau menuliskannya di mana-mana!” Ujarnya menyela kalimat yang baru saja akan Taeyeon lontarkan.

                “Dengarkan aku dulu. Dia, yah, kau tahu lah. Aku menyukainya sejak dua tahun yang lalu.” Untuk kesekian kalinya, Taeyeon menampakkan cengiran khasnya yang selalu muncul setiap kali ia membicarakan laki-laki itu. Wajahnya tersipu. Sunny berani bertaruh, Taeyeon pasti tidak tahu bahwa wajahnya sudah semerah kepiting rebus!

                “Ah, begitu. Ia temanmu ketika di sekolah menengah pertama?” Tanya Sunny lebih jauh.

                “Tidak juga sebenarnya. Aku mengenalnya dari salah satu temannya.” Jawab Taeyeon pelan. Setidaknya, wajah gadis itu sudah tidak semerah sebelumnya.

                “Oh.” Keduanya sama-sama terdiam. Sebenarnya masih ada hal yang ingin Sunny tanyakan, namun ia sendiri bingung akan menanyakan apa.

                “Jadi begini,” Taeyeon memulai ceritanya.

29 Agustus 2012

                Brukk..

                “Ah, akhirnya kita sampai juga. Perjalanan ini membuat tubuhku pegal.” Keluh Hyoyeon setelah meletakkan satu tas penuh berisi barang bawaan kami selama tiga hari kegiatan jambore yang akan dilaksanakan di Suncheon, salah satu distrik di Korea Selatan. Perjalanan berjam-jam yang harus mereka tempuh dari Gwacheon memang seakan mampu meremukkan tulang-tulang mereka. Sendi kaki dan punggungnya pun terasa ngilu akibat terlalu lama duduk tanpa bisa menggerakkan tubuhnya dengan leluasa.

                “Baiklah. Aku rasa akan lebih baik apabila kita membereskan barang-barang ini secepat mungkin. Kau tidak ingin kita dimarahi, bukan?” Tanya Taeyeon lalu. Ia mengangkat tas berisi keperluan pribadinya ke sebuah bangunan tak berdinding tempat para peserta jambore nasional itu berkumpul.

                Tentu saja hal ini menjadi kehormatan besar bagi Taeyeon dan Hyoyeon yang mendapat kesempatan untuk menjadi peserta jambore nasional, mengingat tidak semua siswa dari sekolah mereka diundang. Hanya murid-murid terpilh saja yang memiliki kesempatan emas semacam ini.

                “Ne, ne, aku tahu. Sudah, kau pergi saja terlebih dahulu. Aku ingin mengistirahatkan tubuhku sebentar di sini.” Hyoyeon melenguh malas. Ia mendudukkan dirinya di samping tumpukan tas para peserta jambore dari Gwacheon Middle School, tempat Taeyeon dan Hyoyeon mengenyam pendidikan.

                Taeyeon hanya berdecak  cuek melihat kelakuan temannya. Sebenarnya, menurutnya pernyataan gadis yang sedikit lebih pendek darinya itu agak tidak masuk akal. Daripada beristirahat di dekat bus dan terpapar cahaya matahari siang itu yang terasa membakar kulit, bukankah akan lebih baik apabila Hyoyeon meletakkan tasnya terlebih dahulu sehingga ia bisa beristirahat di bawahh atap ruang pertemuan yang sejuk?

                “Aku pergi. Jangan terlalu lama berpanas-panasan di bawah cahaya matahari. Nanti kulitnya yang mulus bak porselen itu bisa belang-belang seperti sapi!” Ejek Taeyeon sambil memeletkan lidahnya jahil.

                “Apa? Yakk! Awas kau!” Teriak Hyoyeon garang. Matanya membesar, tanganya ia kepalkan ke arah Taeyeon yang sedang berlari kecil, seakan ia sedang berusaha melarikan diri dari singa ganas yang sedang mengamuk.

                Brukk..

                “Ah, maaf. Apa kau terluka, Agasshi?” Tanya seorang anak laki-laki dengan panik. Gurat kepanikan tercetak jelas di wajahnya. Dahinya mengerut bingung ketika Taeyeon bukannya menjawab, justru terpaku memandang wajah cemasnya.

                “Agasshi? Gwaenchanhasibnika?” Desaknya lagi dengan raut wajah yang semakin khawatir. Ia mengguncang-guncang bahu Taeyeon hingga gadis itu tersadar dari lamunan yang sempat memenuhi kepalanya selama beberapa detik.

                ‘Astaga, aku pasti terlihat konyol! Taeyeon babo!’ Rutuknya dalam hati.

                “A-ah, Gwaenchanhayo. Aku tidak apa-apa” Sahutnya kikuk. Ia tegakkan tubuhnya yang nyaris terjungkal karena bertabrakan dengan anak laki-laki tadi.

                “Taeyeon, kupikir kau sudah sampai ke ruang pertemuan. Mengapa masih di sini?” Sahut Hyoyeon yang ternyata sudah berjalan mendekat ke arah mereka berdua, “Eoh, Annyeonghaseyo. Apa kalian sudah saling mengenal?” Tambahnya pada laki-laki yang sedang terlibat dalam kecelakaan kecil yang terbilang sangat memalukan bagi Taeyeon. Astaga, bagaimana mungkin ia bisa terlihat sangat konyol karena kecerobohnannya di depan seseorang yang bahkan belum ia kenal sama sekali!

                “T-tidak. Ayo kita pergi, Hyo. Maaf karena telah menabrakmu. Permisi.” Taeyeon berujar cepat. Tangan kirinya menarik pergelangan tangan kanan Hyoyeon yang masih berdiri dengan ekspresi bingung terpeta di wajahnya. Mulutnya terbuka, dan belum sempat ia menanyakan alasan Taeyeon bisa terlibat dalam sebuah pembicaraan dengan laki-laki tadi, Taeyeon sudah menyela perkataanya.

                “Aku tidak sengaja menabraknya. Aku tidak mengenalnya. Jadi jangan pasang ekspresi bingung seperti itu.” Mendengar penjelasan singkat Taeyeon, Hyoyeon langsung membungkam mulutnya. Penjelasan tadi sudah cukup masuk akal sehingga ia merasa tidak ada gunanya menanyakan ha tersebut lebih jauh lagi.

-**-

                Taeyeon merebahkan tubuhnya di dalam tenda yang telah ia dan timnya buat tadi siang. Hari mulai petang. Matahari telah condong ke arah barat sehingga cahaya panas sang surya yang sejak tadi terasa membakar kulit terasa jauh lebih bersahabat. Meskipun pancaran radiasi cahaya matahari yang terasa menyengat telah jauh berkurang, udara sore itu terasa sangat panas. Sepertinya kelembaban udara sore itu jauh lebih tinggi sehingga partikel-partikel uap air di sekiar mereka menjadi lebih pekat. Panas matahari rupanya telah menaikkan suhu udara yang menyebabkan uap ar itu memanas. Akibatnya, tubuh rekan setim Taeyeon yang telah bekerja keras membangun tenda dan menuntaskan beberapa misi regu scout mereka hari itu basah bermandikan keringat. Aroma menyengat dari keringat yang bereaksi dengan bakteri menguar hingga memenuhi seluruh sudut tenda. Biarpun demikian, mereka seakan tidak peduli. Rasa penat dan lelah yang telah mendera tubuh mereka selama beberapa jam terakhir membuat mereka mau tidak mau harus mengabaikan hal sepele semacam itu untuk hal yang lebih pernting. Beristirahat.

                “Aku akan mandi terlebih dahulu. Selanjutnya Kim Hyoyeon, Kim Taeyeon, Yoo Ahra, Jung Soojung, dan terakhir Goo Hara. Mengerti?” Titah Jung Eunji, sang ketua regu dengan berwibawa. Eunji mendapat kepercayaan penuh untuk memimpin regu scout mereka mengingat kemampuan dan pengalamannya dalam scout sejak duduk di bangku sekolah dasar. Ia juga tipikal gadis yang ramah, berwibawa, dan bijak sehingga nyaris tidak ada keputusan yang ia ambil dengan gegabah atau tergesa-gesa. Semua anggota regu hanya mengangguk lemas. Tubuh mereka terlalu lelah untuk sekadar mengajukan protes yang sama sekali tidak penting.

                “Sementara menunggu giliran, Taeyeon memandang langit-langit tenda berwarna merah jingga. Memorinya berputar ke saat ia tanpa sengaja menabrak seorang anak laki-laki siang tadi.

                ‘Kau bodoh Taeyeon! Di mana matamu hingga manusia sebesar itupun kau tabrak? Neomu neomu babo, Kim Taeyeon!’

                Pikiran Taeyeon masih melayang-layang entah ke mana ketika Hyoyeon sudah kembai dari kamar mandi umum. Ia mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil berwarna biru muda. Pakaiannya pun sudah berganti. Ia tak lagi mengenakan pakaian scout lengkap dengan atributnya. Hanya celana panjang dan kaus berkerah yang ia kenakan untuk sesi malam hari.

                “Taeyeon-a, sekarang giliranmu.” Panggil Hyoyeon dengan nada khasnya. Ia kira Taeyeon akan cepat merespon ucapannya karena tidak seperti anggota regu lain yang sedang menutup mata mereka, Taeyeon tampaknya masih sadar dan belum sampai ke alam mimpi. Namun, sekalipun telah dipanggil berkali-kali, Taeyeon hanya bergeming di tempatnya tanpa sedikitpun menggubris seruan Hyoyeon sedari tadi.

                “Ya, Taeyeon! Cepat mandi! Masih banyak antrian di belakangmu!” Hyoyeon berseru dengan suara keras. Tersadar dari lamunannya sedari tadi, Taeyeon beranjak dari tempatnya. Ia terkejut dengan seruan Hyoyeon. Belum lagi teman-temannya yang menatapnya dengan pandangan bingung membuatnya salah tingkah. Seharusnya ia lebih berkonsentrasi. Dalam keadaan sepert ini, ia dituntut untuk lebih cekatan dan memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin, bukannya melamun dan memikirkan hal yang sama sekali tidak penting seperti itu!

                “Mianhaeyo, Hyo. Ada beberapa hal yang sedang kupikirkan sehingga aku tidak menggubris panggilanmu.” Ucapnya penuh penyesalan. Secepat mungkin ia meraih alat mandi dan pakaian ganti yang akan ia kenakan di sesi malam hari. Ia mengambil sebuah kaus berkerah berwarna coklat muda, celana panjang berbahan katun berwarna coklat tua, dan sepasang sandal karet sehingga ia tidak perlu mandi dalam keadaan bertelanjang kaki. Setelah semua barang yang dirasa perlu telah ia masukkan ke dalam kantung plastik ―untuk mencegah basahnya pakaian akibat cipratan air―, dengan segera ia beranjak keluar tenda menuju tempat permandian umum Suncheon National Middle School  yang terletak di sayap timur gedung.

-**-

                “Ehm, saya mohon perhatian kalian untuk sebuah pengumuman.” Ujar Eunji lantang. Ia baru kembali ke dalam tenda setelah mengikuti perkumpulan para ketua regu. Dengan berbekal instruksi dari para pembina jambore ―yang terketik rapi dalam barisan kata-kata sepanjang lima halaman―, Eunji menjelaskan perihal kegiatan-kegiatan yang harus mereka ikuti selama satu satu setengah hari ke depan.

                “Kegiatan akan dimulai dengan pertunjukan api unggun malam ini. Saya harap kita bisa memanfaatkan keadaan dengan sangat baik. Melihat kerja keras kalian dalam mempersiapkan pertunjukan malam ini, saya harap penampilan kita akan memperoleh hasil yang memuaskan.” Senyuman manis terukir di paras cantiknya hingga kedua matanya berbentuk layaknya sepasang bulan sabit.

                “Setelah acara api unggun, kita diizinkan untuk beistirahat hingga pagi. Pukul setengah lima kia harus sudah berkumpul d tengah lapangan untuk senam pagi. Tolong kenakan seragam olahraga dari sekolah kita. Udara akan cukup dingin di pagi hari. Para pembina mengizinkan kita memakai jaket apabila sangat diperlukan.

                “Sekitar pukul 04.50, senam pagi akan berakhir. Kita diizinkan untuk mandi. Kali ini jadwal untuk mandi telah ditetapkan. Regu kita berada di urutan kedua dengan bilik kamar mandi nomor sembilan. Setiap orang diberi waktu maksimal sepuluh menit untuk mandi. Akan ada jam di dalam kamar mandi untuk memastikannya. Jadi kalian tidak perlu khawatir.” Cepat-cepat ia tambahkan keterangan mengenai waktu yang disediakan bagi setiap orang untuk mandi mendengar bisikan gaduh yang teman-temannya lontarkan. Tidak semua temannya terbiasa untuk mandi dengan cepat sehingga hal ini sebenarnya agak menyulitkan.

                “Baiklah, akan saya lanjutkan. Kegiatan mandi akan dilanjutkan dengan upacara singkat. Ya, ya, akan saya percepat,” timpalnya cepat ketika ia melihat Hara dan Ahra sudah mulai sibuk dengan perbicangan mereka sendiri sementara Eunji masih harus menyampaikan jadwal kegiatan mereka selama menjadi bagian dari peserta jambore nasional kali ini.

                “Setelah upacara, kita akan diberi bahan makanan, arang beserta parafin untuk memasak sarapan dimulai pukul 06.40 hingga pukul 07.30.  Setelah itu akan ada uji keterampilan scout dan pertandingan antarregu. Akan ada pertandingan memecahkan sandi, membangun tenda, uji ketangkasan, dan beberapa kegiatan lain yang tidak dicantumkan dalam lampiran ini. Saya harap kalian mempersiapkan diri semaksimal mungkin mulai malam ini.

                “Kemudian pukul 13.00 akan ada acara makan siang. Kita harus memasak lagi jadi saya berharap kalian akan lebih cekatan. Acara makan siang akan akan dilanjutkan dengan kegiatan yang belum sempat terlaksana. Akan ada jam untuk membersihkan diri dari pukul 17.00 hingga 18.00. Kegiatan setelah waktu membersihkan diri besok akan saya sampaikan di kesempatan berikutnya. Apakah ada pertanyaan?”

                Semua anggota regu menggeleng. “Baiklah, saya anggap kalian telah mengerti. Jangan lupa kenakan dasi kalian untuk acara api unggun nanti. Acara akan dimulai sekitar dua puluh menit dari sekarang. Kita masih memiliki waktu untuk mempersiapkan penampilan kita nanti.” Tambahnya seraya menatap jam tangan yang melingkar apik di pergelangan tangan kanannya.

-**-

                “Sebenarnya aku malas mengikuti jambore ini.” Ungkap Soojung yang sedari tadi hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Taeyeon menolehkan kepalanya menatap Soojung mengingat tidak ada seorangpun anggota regu mereka yang berada di sekitar sana. Melihat wajah sendu Soojung ―yang sebenarnya lebih di dominasi oleh ekspresi suntuk dan kesal―, dengan hati-hati Taeyeon mempertanyakan alasan keengganannya terlibat dalam acara itu.

                “Bukankah jambore sangat menyenangkan? Maksudku, kita bisa melatih kemampuan kita dalam berinteraksi dengan alam ,bekerjasama dengan orang lain, dan memiliki banyak teman baru.”

                “Tapi tetap saja Taeyeon-a. Aku merasa anggota lain selalu mengabaikanku. Terutama Hara dan Ahra. Mereka menyebalkan. Meskipun aku berada di sekitar mereka, tetap saja aku dianggap tidak ada.” Keluhnya kesal. Bibirnya mengerucut. Ia sedekapkan kedua tangannya di depan dada untuk menunjukkan kekesalannya yang meluap-luap.

                Taeyeon hanya mampu memandang Soojung tanpa melontarkan sepatah katapun. Soojung adalah anggota termuda di regu mereka. Mungkin hal itu yang membuatnya merasa tidak nyaman.

                “Tidak apa-apa. Kita bisa mendapat banyak teman baru di sini. Jangan terlalu khawatir.” Taeyeon menepuk bahu Soojung lembut. Ia juga pernah mengalami hal-hal yang tidak terlalu mengenakkan di dengan teman-temannya sehingga lidahnya kelu. Ia tidak mampu memberikan masukan maupun sanggahan sekalipun.

                “Ah ya, bagaimana kalau kita duduk di sana saja,” Taeyeon memekik gembira seraya mengarahkan jari telunjuknya ke seberang tumpukan kayu bakar  yang akan dijadikan sebagai api unggun, “tempat itu lebih dekat dengan api unggun. Pasti akan lebih hangat.” Ia raih tangan Soojung mengikutinya menuju tempat di seberang mereka saat itu. Angin malam mulai berembus dingin, membelai kulit tipis mereka . Taeyeon mengeratkan jaketnya. Ia membalut leher dan tengkuknya yang merinding dengan syal rajut berwarna biru koral. Padahal udara di Suncheon termasuk panas di siang hari. Tidak ia kira udaranya akan sedingin ini di malam hari.

                Taeyeon sudah berhasil mendudukkan dirinya di sisi Soojung. Ia cari posisi yang baginya paling nyaman agar bisa menonton pertunjukkan dengan leluasa. Waktu berlalu dengan cepat. Beberapa regu menampilkan pertunjukan masing-masing. Ada yang menampilkan tarian dari daerah asal regu, ada yang membawakan paduan suara, ada yang membawakan drama singkat, stand up comedy, dan pantonim.

                Taeyeon berusaha menikmati pertunjukan yang tersaji di hadapannya seraya sesekali melontarkan komentar yang akan ditanggapi dengan segera oleh Soojung.

                “Boleh saya duduk di sini, agasshi?” Sebuah suara mengalihkan perhatian Taeyeon dari api yang berkobar di hadapannya. Matanya terpaku pada sosok yang berdiri tepat di sebelahnya. Ia memaksa otaknya untuk memutar kembali memori siang tadi. Ia merasa pernah melihat orang yang berada di hadapannya saat itu.

                “Ah, kau yang tadi menabrakku kan? Ingat?” Laki-laki itu berujar riang. Tanpa persetujuan dari Taeyeon sebelumnya, ia mendudukkan dirinya tepat di sebelah Taeyeon.

                “Ah ya, sepertinya aku ingat.” Taeyeon hanya menjawab sekenanya. Fakta bahwa ia telah bertindak konyol dengan menabrak seseorang yang tidak dikenalnya sama sekali membuatnya gugup. Padahal ia berharap tidak akan bertemu dengan orang itu untuk kedua kalinya. Rasa malu terselip di hatinya meski ia tahu, mungkin saja ia tidak  menganggap serius hal tersebut. Ia tetap saja merasa malu!

                “Aku Baekhyun.” Laki-laki itu menyodorkan tangan kanannya, berniat untuk menjabat tangan Taeyeon.

                “Ah, aku Taeyeon. Kim Taeyeon.” Dengan gerak cepat Taeyeon menjabat tangan Baekhyun. Saat itulah mata mereka saling beradu. Taeyeon merasa darahnya berdesir. Sentuhan tangan Baekhyun di tangannya terasa seperti sengatan listrik yang menjalar hingga ke setiap pembuluh nadi di tubuhnya. Jangtungnya berdebar lebih cepat. Apa ia merasa sebegitu malu dan gugupnya karena kejadian siang tadi hingga menjabat tangan Baekhyun saja membuat perasaannya menjadi tidak keruan seperti ini?

                “Nama yang bagus.”

                “Ne?” Taeyeon membulatkan kedua matanya karena terkejut. Ia bingung harus mengatakan apa sehingga pada akhirnya ia hanya mengatakan, “Gamsahabnida.”

                “Tidak perlu bersikap formal padaku. Cukup gunakan banmal saja. Kita seumuran, kan?” Sebuah senyum simpul tersungging di wajah manis Baekhyun. Cukup untuk membuat jantung Taeyeon terlonjak dari tempatnya semula.

                “Baiklah, selanjutnya akan ada penampilan dari Gwacheon Middle School!” Salah seorang pembina berseru dengan suara nyaring melalui peengeras suara. Taeyeon menunduk ke arah Baekhyun, seakan memberi isyarat ‘maaf’ karena harus pergi. Ia meraih tangan Soojung yang suddah terlebih dahulu berdiri. Mereka berkumpul di depan api unggun. Eunji, Hyoyeon, Hara dan Ahra sudah terlebih dahulu bersiap di posisi mereka masing-masing sebelum Taeyeon dan Soojung datang.

                Sementara Taeyeon sibuk mempersiapkan penampilan mereka di hadapan para peserta jambore malam itu, Bakhyun hanya terdiam di tempatnya memandangi setiap gerak-gerik Tayeon dari kejauhan. Lagi-lagi bibirnya menyunggingkan senyum tipis, “Jadi namanya Taeyeon.”

-**-

                “Ah jinjja?”

                Samar-samar Taeyeon mendengar suara Hyoyeon di sisi belakang tenda yang cukup tersembunyi. Taeyeon mndekatkan telinganya ke terpal tenda. Ia berusaha menajamkan pendengarannya semaksimal mungkin. Apa yang sedang Hyoyeon lakukan di pagi buta seperti ini? Baiklah, matahari memang sudah menampakkan sedikit rupanya, tapi ini saatnya mandi. Kebanyakan perserta jambore lebih memilih untuk mengistirahatkan diri mereka mengisi tenaga untuk kegiatan selanjutnya yang pastinya akan sangat menguras tenaga bukan malah bercengkrama dengan orang lain di luar tenda ketika suhu amat rendah dan udara dingin terasa menusuk-nusuk kulit seperti saat ini.

                “Ya tentu saja. Memangnya mengapa?” Suara laki-laki! Astaga, Hyoyeon sedang berbicara dengan seorang anak laki-laki!

                Rasa penasaran Taeyeon sudah sampai di ubun-ubun hingga nyaris meledak rasanya. Ia melangkahi Hara, Ahra, dan Soojung yang sedang terbaring di dalam sleeping bag, menunggu giliran mereka untuk mandi. Dengan tenang Taeyeon mengendap-endap keluar tenda, berharap tidak ada di antara tiga temannya yang sedang tertidur dengan damai terbangun karena ulahnya yang gegabah.

                “Ada Naeun juga, hanya saja ia berada di regu perempuan.” Laki-laki itu mencoba berkelakar. Hyoyeon hanya menampilkan senyuman tipisnya disertai sebuah tepukan halus di pundak lelaki itu.

                “Ekhm, siapa kau?” Tanpa basa-basi Taeyeon bertanya. Hyoyeon dan Lelaki itu sontak menoleh ke arah sang penanya. Taeyeon berkacak pinggang. Salah satu alisnya terangkat seakan mengatakan cepat-jawab-aku!

                Hyoyeon menunukkan wajahnya gugup. Pipinya sudah memerah semerah tomat. Ekspresinya sudah mirip pencuri pemula yang tertangkap basah mencuri sebuah roti di salah satu lapak roti di pasar Ojeongdong. Sementara anak lelaki itu hanya menggaruk tengkuknya gugup. Nyaris tidak ada bedanya dengan Hyoyeon. Wajhnya pun sudah semerah kepiting rebus!

                “Perkenalkan, saya Eunhyuk,” Lelaki bernama Eunhyuk itu mengulurkan tangannya masih dengan senyum canggung dan kegugupan yang sangat kentara.

                “Eoh, jadi kau yang bernama Eunhyuk. Senang berkenalan denganmu.” Taeyeon menampakkan senyum sumringahnya. “Hyoyeon sudah sering bercerita tentang mphhh!!” Dengan panik, Hyoyeon membungkam mulut Taeyeon. Ia tidak ingin rahasianya terbongkar karena perkataan Taeyeon yang asal bunyi saja.

                Taeyeon hendak memprotes perlakuan Hyoyeon padanya kalau saja ia tidak sempat menatap mata Hyoyeon yang sekilas yang seakan mengatakan ‘jangan katakan apapun!’

                Taeyeon berusaha keras menyembunyikan kecanggungannya. Dahinya mengerut dan bibirnya menyengir lucu  ―atau lebih tepatnya aneh― hingga membuat Eunhyuk kebingungan.

                “Eoh, begitu. Kau dari sekolah mana?” Tanya Taeyeon cepat, berusaha menyingkirkan suasana aneh yang melingkupi mereka karena  ia sempat kelepasan bicara.

                “Seoul 1 State Middle School.” Jawab Eunhyuk ramah.

                “Eoh, begitu ya.  Sangat dekat dari Gwacheon.” Taeyeon berusaha berbasa-basi meski terasa aneh di lidahnya.

                “Kim Hyoyeon! Di mana kau! Ini giliranmu mandi!” Teriakan Eunji yang membahana mengagetkan Hyoyeon dan Taeyeon.

                “A-ah, sepertinya sudah saatnya aku mandi. Eunhyuk, aku harap kita bisa bertemu di lain waktu. Taeyeon-a, ayo pergi.” Ia raih tangan Taeyeon sehingga mereka cepat beranjak dari tempat itu. Taeyeon hanya mengiyakan ajakan Hyoyeon dengan menunduk pada Eunhyuk lalu mengikuti tarikan tangan gadis yang sedikit lebih pendek darinya itu menuju tenda.

                Sesampainya di sepan tenda, Eunji langsung menodong mereka berdua dengan berbagai pertanyaan perihal hilangnya mereka selama beberapa saat sebelumnya, “Ke mana saja kalian? Aku memanggilmu beberapa kali Hyoyeon. Hara sudah pergi ke kamar mandi. Kau boleh mandi setelah ia kembali. Jangan pergi dari tenda. Kita haru lebih cekatan dan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Arraseo?” Eunji segera masuk ke dalam tenda setelah selesai memperingatkan kedua anggota regunya yang menghilang entah ke mana. Sebenarnya ia kesal dengan sikap kedua anak itu, tapi mau bagaimana lagi?

                “Karenamu aku jadi ikut kena marah Eunji, kan?” Sungut Taeyeon sebal. Bibirnya mengerucut lucu. Hyoyeon mendelik ke arahnya, “Salahmu sendiri mengikutiku sampai ke belakang tenda! Aku tidak memintamu ikut denganku!” Belanya tidak mau kalah.

                “Ah sudahlah, aku malas berdebat denganmu.” Taeyeon membuka pintu tenda. Ia mengambil tempat di sudut tenda tempat barang-barangnya tergeletak rapi. Ia mengambil alat mandi dan beberapa potong pakaian beserta atribut lengkap scout karena setelah mandi mereka akan mengadakan upacara pagi.

                “Ngomong-ngomong, jadi itu yang namanya Eunhyuk? Manis juga.” Taeyeon mengangkat sebelah alisnya, bermaksud menggoda Hyoyeon.

                “Yak, kau!” Hyoyeon menutupi wajahnya dengan kain handuk. Lagi-lagi wajahnya memerah karena kata-kata yang Taeyeon lontarkan.

                “Hahaha, jangan malu begitu. Aku hanya bercanda.” Taeyeon terkekeh geli. Menjahili sahabatnya yang satu ini memberikan sensasi tersendiri baginya.

-**-

                Hari mulai beranjak petang. Dua hari telah terlalui dalam acara jambore nasional itu. Artinya, esok adalah hari terakhir Taeyeon berada di Suncheon, daerah kecil di sebelah tenggara Korea Selatan tersebut. Baginya, pengalaman selama dua hari satu malam yang telah ia lewati memberikan pengalaman yang sangat membekas di hatinya, termasuk kehadiran lelaki itu. Byun Baekhyun. Entah mengapa, pikiran Tayeon tidak pernah bisa lepas dari kehadiran seorang Byun Baekhyun. Berawal dari kecerobohannya, ia bisa mengenal Baekhyun. Sosok Baekhyun terasa spesial hingga jantungnya terasa berdebar dua kali lebih cepat ketika nama itu secara sepintas muncul di pikirannya.

                “Ehm, hai! Rupanya kita bertemu lagi!” Suara seseorang lagi-lagi mengantar Taeyeon menghadapi dunia nyata.  Rupanya sosok yang sedari tadi memenuhi pikirannya sedang berdiri tepat di hadapannya. Apa ini yang disebut kebetulan?

                “Oh, hai. Aku tidak menyangka akan melihatmu berkeliaran di sekitar sini.” Tanya Taeyeon tanpa basa-basi. Memang aneh rasanya menemukan Baekhyun di sekitar perkemahan anak perempuan pada jam membersihkan diri.

                “Ah itu,” Baekhyun menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, “aku hanya kebetulan lewat sini ketika akan ke kamar mandi.” Jawab Baekhyun sekenanya.

                “Benarkah? Bukankah perkemahan anak laki-laki terletak di sana? Itu artinya kau tidak harus melewati lokasi perkemahan anak perempuan untuk ke kamar mandi.” Timpal Taeyon sangsi. Jelas-jelas letak kamar mandi tidak searah dengan perkemahan anak perempuan. Benar-benar alasan yang mengada-ada!

                “Ah, begitu ya. Baiklah kalau begitu, aku mengaku,” sahutnya malu-malu,”aku datang untuk mencarimu.”

                Deggg..



                ‘Rasanya jantungku berhenti berdetak..”

.

.

.

.

.

TBC

Hai, hai! Author kembali dengan fanfict baru. Cerita ini pasaran? Maaf, karena ini adalah pesanan teman author. Hahaha. Untuk Pierrot chapter 3, tunggu kelanjutannya ya. Saya sedang berusaha mengerjakannya. 

0 comments: