Author : cherrysone39
Main Cast : Kim Taeyeon, Cho Kyuhyun, Seo Joohyun (and others)
Rating : G (untuk part selanjutnya kemungkinan PG-15, 16+)
Length : Chaptered
Genre : AU, Thriller, Tragedy
Disclaimer : Semua cast milik Tuhan dan keluarga mereka. Hanya alur cerita yang milik Author.
_____**_____
"Do not ever trust anyone!"
----
Kepingan salju mulai turun, menutupi sebagian besar jalan-jalan di kota itu. Nampaknya musim dingin tahun ini mulai menyapa warga kota Seoul, mengakibatkan jalanan mulai sepi. Mungkin orang-orang lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah yang hangat atau setidaknya mengambil lembur di dalam ruang kerja yang terhindar dari cuaca dingin yang tak segan-segan menyayat kulit tipis mereka. Atau lebih parah,menusuk hingga ke dalam tulang-belulang mereka, cukup beku untuk mengeringkan sendi-sendi mereka yang rapuh.Lain halnya dengan orang ini. Di antara segelintir orang yang memilih untuk tetap berada di luar rumah –selain para tunawisma tentunya- , seorang berperawakan lumayan tinggi berusaha menghangatkan dirinya dengan beberapa lapis mantel dan syal yang membelit leher hingga menutupi sebagian wajahnya. Meski badai salju belum menyempatkan dirinya untuk singgah- mungkin sedikit bersenang senang dengan nyawa manusia, cuaca hari ini cukup dingin. Tidak, lebih tepatnya sangat dingin hingga menyentuh angka 3 derajat selsius.
Kalau ini karena badai El Nino yang seenaknya datang dan pergi tanpa menurut jadwal, tidak seperti yang terjadi dua abad lalu, yah, anggaplah keberuntungan memang belum memihak siapapun. Toh ketidakberuntungan ini juga akibat ulah manusia-manusia itu, jadi siapa yang berhak dipersalahkan?
Ia, yang ternyata seorang pria itu terus melangkahkan kakinya di trotoar yang mulai tertutupi salju. Menuntunnya ke sebuah kedai kecil langganannya. Mungkin akal sehatya masih cukup bekerja untuk tidak melanjutkan acara berjalan kakinya di tengah hujan salju yang mulai lebat. Tidak mau ambil resiko, nampaknya berteduh sebentar pun tidak ada salahnya.
‘ting tong’
Lonceng yang sengaja di pasang di atas pintu masuk menyambut kedatangan pria itu. Ia mengambil tempat duduk di sudut ruangan. Cukup hangat di banding berkutat dengan berton-ton salju –mungkin- di luar sana. Seorang wanita paruh baya datang menghampiri sambil membawa buku catatan dan alat tulis. Siap menampung pesanan orang itu, kalau dia memesan tentu saja.
“Sudah lama tidak bertemu denganmu, nak. Apa kau terlalu sibuk dengan perkerjaanmu, atau terlalu sombong dengan jabatanmu itu sehingga tak sudi lagi mengunjungi kedaiku yang kecil ini, hum?”
Lelaki itu tertawa kecil menanggapi ocehan seorang ahjumma di depannya. Ia melepaskan sarung tangan hijau yang dikenakannya, membuka lilitan syal yang menutupi wajahnya. Memudahkannya untuk berbicara.
“Hanya agak sibuk mengurus anak-anak baru. Yah, begitulah. Mungkin mereka perlu waktu untuk belajar lebih banyak. Setidaknya aku harus mendampingi mereka sampai aku tak perlu meminum obat sakit kepala lagi, haha.” Lagi-lagi pria itu tertawa, memamerkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi.
“Terserah apa katamu lah, Cho Kyuhyun. Jadi kau mau memesan apa?”
“Seperti biasa, Satu porsi ddeokbokgi dan air putih saja.”
“Kau tidak mau memesan soju? Cuaca sangat dingin di luar. Kau butuh sesuatu untuk menghangatkan dirimu.” Laki-laki itu –Cho Kyuhyun- hanya tersenyum manis. Untuk kesekian kalinya ia mendapat pertanyaan yang sama meski dari orang yang berbeda.
“Aku sudah cukup merasa hangat dengan ddeokbokgi buatanmu, Ahjumma. Kurasa soju tidak perlu.”
“Ah,baiklah. Tunggulah sebentar.” Kyuhyun mengangguk patuh kemudian menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. Sedikit menggerakan kaki dan tangannya. Menjaga suhu tubuhnya tetap hangat.
Sebentar kemudian, pesanannya datang. Seporsi ddeokbokgi dan segelas air. Ahjumma yang tadi mengantarkan makanan ke mejanya mengambil tempat duduk di depan Kyuhyun.
“Kau datang sendirian?” Cho Kyuhyun mendongakkan kepalanya masih dengan mulut yang penuh dengan ddeokbokgi, “Di mana kekasihmu itu?”
Kyuhyun mengunyah pelan makanan di mulutnya, meminum sedikit air lalu mulai angkat bicara.
“Dia di New York sekarang. Ada pagelaran busana musim dingin tahun ini di sana. Mungkin ia akan kembali satu bulan lagi. Entahlah. Masih belum pasti.”
Ahujumma itu hanya mengangguk paham, “Jadi, kapan kalian akan menikah?”
“Uhuk uhuk.” Kyuhun meraih gelas berisi air,meneguknya dengan cepat. Menarik nafas beberapa kali, memastikan tenggorokannya baik-baik saja.
“Soal itu, emm, entahlah, kami belum berpikir sampai sejauh itu.” Ahjumma itu mengangguk paham. Tidak mau terlibat dalam perbincangan canggung seperti yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu, wanita itu mohon pamit untuk kembali melayani pelanggan lain di kedainya.
Kyuhyun kembali menyantap makanan di hadapannya yang mulai dingin. Merasa cukup kenyang, Kyuhyun melangkahkan kakinya keluar kedai. Kembali menyusuri jalanan Seoul yang tampak semakin memutih akibat ulah hujan salju yang kian melebat. Cukup lama Kyuhyun berjalan, alas sepatunya membentuk jejak tapak kaki di atas hamparan salju putih yang menumpuk tebal di atas trotoar, membuat langkahnya kian berat. Ia yakin, suhu udara malam itu pasti beranjak lebih dingin dari sebelumnya. Menyedihkan.
Sayup-sayup terdengar suara isak tangis memilukan dari arah gang sempit tepat di samping kanan minimarket yang buka 24 jam.Gelap. Cukup gelap untuk membuat siapapun berpikir dua kali sebelum memilih masuk ke dalamnya –kecuali dengan alasan ingin membuang sampah-, tentunya . Orang waras manapun tak mungkin memilih berteduh, atau apalah, di gang sempit semacam itu sementara udara beku terasa kian berat untuk dihirup dan salju mulai turun dengan ganasnya. Apa ia tidak takut terkena hipotermia?
Dengan setengah hati Kyuhyun mengikuti bisikan hati nuraninya untuk melongok ke dalam gang sempit tadi, memastikan bahwa indra pendengarannya masih bekerja dengan cukup baik, atau hanya halusinasinya saja? Yah, tidak ada salahnya mencoba juga.
Kyuhyun mengambil langkahnya. Menengok ke kanan dan ke kiri,
“Yeobseo? Ada orang? Seseorang tolong jawab aku!”
“Ap, Appa? Appa?” Terdengar sebuah rintihan kecil. Kyuhyun menoleh, mendapat seorang gadis kecil tengah meringkuk ketakutan di balik tempat sampah. Kondisinya cukup mengenaskan: hanya terbalut satu lapis pakaian tipis, tanpa alas kaki. Bahkan butiran salju mulai menumpuk hingga terbentuk gundukan kecil di puncak kepalanya. Kulitnya putih pucat. Bibir dan telapak tangannya membiru. Terdapat beberapa lebam dan luka gores di sekujur tubuhnya. Apa dia gelandangan? Wajahnya sama sekali tak nampak layaknya gelandangan yang bersahabat baik dengan segala cuaca dan kondisi serta terbiasa menghirup bekunya udara musim dingin yang mencekik, tak membiarkan seorangpun menghirupnya dengan bebas untuk sekedar memasok kebutuhan oksigen untuk paru-parunya.
Gadis kecil itu mendongak, berusaha mengangkat kakinya yang polos tanpa alas kaki. Bersentuhan langsung dengan dinginnya salju. Matanya mengedip sayu. Ia merentangkan tangannya, sementara Kyuhyun masih berdiri mematung di sana, tak berniat untuk merubah posisinya sekarang. Gadis kecil itu memeluk Kyuhyun, satu-satunya hal di sekitar sana yang ia rasa dapat memberikan kehangatan.
“Appa, Taeyeon merindukan Appa. Appa dari mana saja?” Gadis itu kembali terisak kecil. Air matanya sedikit membasahi mantel coklat Kyuhyun. Kyuhyun mengedip bingung. Apa yang baru anak itu katakan? Appa? Siapa yang ia maksud?
Kyuhyun berlutut, gadis kecil itu menjauhkan tubuhnya dari Kyuhyun.
“Appa? Appa ke mana saja? Taeyeon menunggu Appa dari tadi di sini.” Tunggu? Sebenarnya siapa yang tidak waras di sini? Anak kecil ini atau ayahnya? Mau-mau saja anak ini menunggu di sebuah gang sempit dengan pakaian seadanya yang –sama sekali- tak layak dikenakan pada musim dingin seperti ini, tanpa alas kaki pula. Atau Appa dari anak ini yang dengan teganya meninggalkan anaknya di sini dalam keadaan mengenaskan, bahkan dengan luka dan lebam yang terdapat di sekujur tubuhnya. Apa ia sudah gila?
“Aku bukan Appamu,” Kyuhyun melepaskan pelukan anak itu darinya. Ia menanggalkan syal hitam miliknya, lalu melilitkan syal itu di tubuh ringkih gadis kecil itu. Kyuhyun kembali memandangi tubuh gadis kecil itu dari atas ke bawah. Mengenaskan sekali melihat bagaimana kurusnya anak tu. Bahkan ia tak pernah melihat pengemis di jalanan dengan tubuh semengenaskan ini.
“Tapi aku akan segera membawamu ke rumah sakit.” Dengan sigap Kyuhyun menggendong tubuh mungil yang ada di hadapannya, memeluknya, berusaha menjaga suhu tubuhnya agar tetap hangat dan tidak mengalami hipotermia. Bisa gawat sampai hal itu terjadi. Kyuhyun mempercepat langkahnya menuju rumah sakit terdekat.
Kyuhyun dengan sigap membuka pintu ruang UGD, memanggil salah seorang suster untuk menangani gadis kecil yang sedang meringkuk kedinginan di dalam gendongannya. Kyuhyun lebih memiih untuk menunggu di ruang tunggu. Ia benci darah dan ia tak berniat untuk melihat seseorang –atau siapapun di sana- melakukan sesuatu terhadap tubuh gadis kecil itu yang harus melibatkannya dengan banyak darah. Entah disuntik, diinfus, dijahit, atau hal-hal lain yang terlalu mengerikan baginya untuk dapat dibayangkan. Meski bagi kebanyakan orang terlalu menggelikan rasanya apabila seseorang yang bahkan usianya telah melampaui seperempat abad masih takut degan hal-hal yang berhubungan erat dengan darah. Bukankah setiap orang memiliki ceritanya sendiri? Jadi apa salahnya?
“Chogio, apa anda Orang tua dari Taeyeon?” Kyuhyun bediri. Ia tak yakin dengan siapa yag dimaksud oleh suster di depannya, tapi seingatnya hanya ia yang masuk ke Rumah sakit ini dalam kurun waktu menit terakhir, jadi mungkin seseorang bernama Taeyeon yang dimaksud oleh suster itu adalah anak kecil yang tadi dibawanya.”
“Bukan, saya bukan orang tuanya. Tapi saya yang bertanggung jawab atasnya.”
“Oh, jadi anda walinya. Baiklah, tolong urus administrasinya terlebih dahulu baru kami dapat melanjutkan pemeriksaan.”
“Ne,” Kyuhyun melangkah menuju meja resepsionis di tengah ruangan. Rumah sakit ini cukup sepi untuk sebuah rumah sakit. Apa tidak banyak orang sakit di musim dingin? Ah ya, ini kan sudah larut malam. Untuk apa orang datang berobat malam-malam kecuali untuk alasan darurat seperti kecelakaan dan sejenisnya. Pasti semua jenis dokter spesialis tidak membuka praktek malam-malam begini. Kecuali dokter gigi mungkin.
“Lantai 9, Kamar nomor 395” Kyuhyun mengangguk paham. Ia memasuki lift, menekan angka 9. Sebentar kemudian pintu terbuka. Kyuhyun dengan cepat mencari kamar nomor 395.
“393, 394, nah ini dia.” Kyuhyun mendorong pintu perlahan. Menemukan sesosok gadis kecil terbaring lemah di atas ranjang dengan infus yang tertancap di punggung tangan kirinya.
“Appa, Appa?”Gadis kecil itu terus saja meracau tak jelas, melambai-lambaikan tangannya seperti ingin menggapai sesuatu.
Kyuhyun mendekati ranjang gadis kecil itu. Mendudukkan dirinya di sebuah kursi di sisi ranjang.
“Di mana Appamu?”Kyuhyun kembali menatap sendu gadis kecil di depannya.
“Appa? Kenapa Appa bilang begitu? Apa Appa benci sama Taeyeon? Appa lupa sama Taeyeon? Appa?” Mata Taeyeon berkaca-kaca. Mungkin yang ada di pikirannya sekarang, bagaimana Appanya bisa mengatakan hal seperti ‘di mana Appamu’ kepadanya. Apa Appanya sudah melupakannya atau membencinya. Kyuhyun semakin mengernyit bingung. Dahinya berlipat-lipat. Bagaimana anak ini bisa menganggap ia sebagai Appanya? Apa dia terkena Amnesia?
“Umm, Tae..” Kyuhyun berusaha megingat-ingat nama anak kecil di depannya. Nama yang sedari tadi Gadis kecil itu ucapkan, “Tae, Taeyeon…” Kyuhyun memberi jeda sebentar, berpikir apa yang harusnya ia katakan.
“Ne, Appa?” Jawab Taeyeon lemah.
“Ahjussi, Ani, Appa keluar sebentar, ne? Appa harus mengurus sesuatu”
Taeyeon hanya mengangguk lemah. Matanya masih sayu. Pasti ia kehabisan tenaganya karena berusaha mati-matian bertahan hidup di tengah hujan salju yang begitu ganas. Perlahan matanya tertutup. Ia mulai tertidur. Syukurlah.
Kyuhyun menutup pintu ruang inap Taeyeon perlahan. Berusaha untuk tidak menimbulkan suara yang dapat membuat Taeyeon terbangun. Kyuhyun memasuki lift, hendak kembali ke lantai dasar untuk menemui dokter jaga yang memeriksa Taeyeon tadi.
‘tokk tokk’
“Silahkan masuk.” Sahut seseorang dari dalam. Kyuhyun membuka pintu. Seorang laki-laki berjas putih berdiri sambil tersenyum, “silahkan duduk.” Kyuhyun mengambil tempat duduk di seberang meja.
“Permisi, dok. Saya wali dari pasien bernama.. Taeyeon. ” Dokter itu mengangguk paham, “Apa yang ingin anda tanyakan, tuan?”
“Keadaan anak itu. Dia terus menerus menyebut saya sebagai Appanya. Saya menemukannya sedang meringkuk kedinginan di sebuah gang kecil, entahlah, apa dia mengalami amnesia atau sejenisnya?”
Sementara dokter di hadapannya melepaskan kacamata minus miliknya.
“Rasanya tidak mungkin amnesia menyebabkan anak itu melupakan siapa ayahnya. Mungkin ia mengalami trauma berat sehingga memaksanya melupakan hal itu. Selain itu, luka dan lebam di tubuhnya mungkin akibat kekerasan. Sepertinya anak itu merasakan trauma terhadap ayahnya sehingga ia lupa.” Kyuhyun hanya dapat mengangguk. Lalu bagaimana ia bisa menemukan keluarga dari anak itu? Mungkin kalau ia kembali pada ayahnya, nasibnya akan berakhir sama seperti sekarang: sekarat. Membawanya ke panti asuhan? Ah, itu lebih parah. Kyuhyun terdiam sejenak sebelum akhirnya undur diri kembali ke ruang inap Taeyeon.
-**-
Kyuhyun terus berfikir apa yang harus ia lakukan terhadap anak kecil yang sedang terlelap di hadapannya. ‘Apa kubawa ke rumahku saja? Ah ani, bagaimana bisa aku mengurusnya. Tapi tidak mungkin juga aku menitipkannya pada tetangga atau Eomma. Aish, eottokhae!!’ Kyuhyun mengerang frustasi.
‘All I wanna do is find a way back..’
Kyuhyun tersenyum sumringah melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Seseorang yang ia tunggu-tunggu akhirnya menghubunginya juga.
“Yeoboseyo?”
“Oppa,” terdengar suara seorang wanita dari seberang sana, “pagelaran busananya selesai lebih awal dari perkiraan. Minggu depan aku akan kembai ke Korea.”
“Jinjja?” Kyuhyun terkejut bukan main. Ah, dia benar-benar seorang dewi penyelamat. Baru saja ia kebingungan bagaimana cara menangani anak ini, Kekasihnya langsung menghubunginya dan lebih baik lagi, mempercepat tanggal kepulangannya ke Korea.
“Hum, hari Rabu aku sampai. Bisakah kau menjemputku di bandara?”
“Tentu saja. Ah ya, Chagi,emm itu… Bisakah kau tinggal di rumahku selama kau di Korea?” Tanyanya ragu-ragu.
“Mwo?! Untuk apa, Oppa! Shireo! Enak saja! Kau kan tinggal sendiri! Aku tidak mau menginap di rumahmu!” Jawab seorang di seberang sana dengan nada ketus.
“Oh ayolah, chagi. Ada masalah penting dan aku butuh bantuanmu. Aku benar-benar butuh bantuanmu. Ku mohon.”
“Bantuan apa?” Tanya wanita itu penuh selidik.
“Aku akan memberitahukanmu nanti ketika kau telah sampai di Korea.”
“Arraseo. Kututup teleponnya, ne, Oppa. Ada tamu penting yang harus kutemui.”
“Ne hati-hati chagi. Saranghae.”
“Nado saranghae, Oppa. Annyeong.”
Sambungan telepon terputus. Senyuman kembali terkembang di wajah tampan Kyuhyun. Setidaknya untuk sementara waktu masalanya sedikit-banyak telah terselesaikan.
“Kau benar-benar malaikat penyelamatku, ….”
.
.
.
.
.
TBC
Kalau ada yang menanggapi ff ini, saya akan dengan senang hati melanjutkannya. Tapi kalau terlalu banyak komentar negatif terhadap ff ini, saya akan memberhentikannya dan menjadikannya konsumsi pribadi. Gamsahabnida, annyeong~! ^^
0 comments: